Regristasi kepabeanan wajib memenuhi sejumlah persyaratan. Membuka blokir juga dapat dilakukan setelah pengguna jasa melaksanakan kewajibannya.
INFO NASIONAL – Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai, Tubagus Firman Hermansjah, menyatakan bahwa layanan yang disediakan Bea Cukai untuk menjawab pertanyaan dari seluruh pengguna jasa kepabeanan dan cukai, atau Contact center Bravo Bea Cukai di nomor 1500225, kerap menerima pertanyaan tentang registrasi dan pemblokiran akses kepabeanan.
Menukil data tahun lalu, dari sekitar 223 ribu pertanyaan yang masuk ke Bravo Bea Cukai terdapat 11.025 pertanyaan registrasi kepabeanan, termasuk pemblokiran. "Hal ini menjadi pertanyaan terbanyak ketiga setelah barang kiriman dan status pemberitahuan impor barang (PIB),” ujarnya, Selasa, 16 November 2021.
Berdasarkan data tersebut, Firman melanjutkan, Bea Cukai berupaya mengedukasi masyarakat akan ketentuan registrasi kepabeanan dan pemblokiran akses kepabeanan. Menurutnya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.04/2019, pengguna jasa yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean harus melakukan registrasi kepabeanan ke Bea Cukai, untuk selanjutnya mendapatkan akses kepabeanan, yaitu akses yang diberikan kepada pengguna jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan melalui teknologi informasi maupun manual.
"Sederhananya, seseorang harus registrasi dulu sebelum bisa mengakses layanan kepabeanan sebagai eksportir, importir, dan PPJK. Registrasi ini juga diperlukan untuk dapat memenuhi kewajiban pabean, seperti melakukan pembayaran bea masuk, pajak dalam rangka impor, serta pungutan lainnya terkait impor dan ekspor, pemeriksaan barang, dan penelitian dokumen," tuturnya.
Pemblokiran akses kepabeanan bisa saja terjadi. Hal ini sesuai Undang-Undang Kepabeanan yang menyebutkan bahwa pejabat Bea Cukai berwenang menolak memberikan pelayanan kepabeanan dalam hal orang yang bersangkutan belum memenuhi kewajiban kepabeanan berdasarkan undang-undang.
Pemblokiran akses kepabeanan adalah tindakan pejabat Bea Cukai untuk tidak melayani kegiatan kepabeanan dengan menutup akses kepabeanan yang dimiliki pengguna jasa kepabeanan.
"Jadi yang diblokir itu akses kepabeanannya. Ketika terjadi pemblokiran, maka kegiatan kepabeanannya tidak akan dilanjutkan atau dilayani oleh Bea Cukai. Hal ini menjadi salah satu komponen monitoring dan evaluasi, karena pemblokiran sendiri merupakan rekam jejak pelanggaran yang tersimpan pada basis data Bea Cukai yang digunakan sebagai salah satu parameter pengawasan,” kata Firman.
Dia melanjutkan, ada dua macam pelanggaran di bidang kepabeanan, yaitu pelanggaran administratif berupa tidak menyampaikan dokumen pelengkap pabean atau tidak membayar tagihan bea masuk dan PDRI, dan pelanggaran pidana berupa pengangkutan barang impor yang tidak tercantum dalam manifest dan penyembunyian barang impor dengan melawan hukum. Pemblokiran ini tidak menggugurkan kewajiban pengguna jasa dalam pemenuhan kewajibannya atas peraturan perundang-undangan.
"Setiap pemblokiran pasti akan kami sampaikan ke pengguna jasa melalui portal Bea Cukai. Namun, pengguna jasa banyak yang baru mengetahui diblokir setelah dapat nota penolakan, padahal seharusnya setiap sebelum melakukan kegiatan mengecek terlebih dahulu di portal Bea Cukai apakah diblokir atau tidak," tutur Firman.
Syarat pembukaan blokir akses kepabeanan, imbuh dia, dapat dilakukan jika telah melakukan perubahan data eksistensi dan susunan penanggung jawab, telah melakukan perubahan data dalam jangka waktu tertentu berdasarkan hasil penelitian, dan telah aktif melakukan kegiatan kepabeanan.
"Adapun pembukaan blokir sementara terbatas (PPST) diberikan kepada pengguna jasa kepabeanan yang diblokir akses kepabeanannya, kecuali blokir karena tidak melunasi pungutan negara dalam rangka impor, ekspor, dan cukai. Untuk memahami prosedur pembukaan blokir akses kepabeanan, pengguna jasa harus mengetahui tools-nya dan mengenali jenis blokirnya," ujarnya. (*)