Kawasan Industri Hasil Tembakau Bantu Pemulihan Ekonomi

2022-03-31 21:11:59

Placeholder image

KIHT yang telah beroperasi terbukti berkontribusi positif pada penerimaan negara.


INFO NASIONAL – Bea Cukai memberikan kemudahan berusaha dengan membentuk Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Kemudahan ini berupa perizinan berusaha, kegiatan berusaha, dan penundaan pembayaran cukai.

KIHT merupakan kawasan tempat pemuatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana, serta fasilitas penunjang yang disediakan, dikembangkan, dan dikelola oleh pengusaha KIHT. 

Pembentukan KIHT juga bertujuan sebagai sarana peningkatan kepatuhan ketentuan di bidang cukai melalui metode pembinaan langsung kepada pengguna jasa di lokasi KIHT. Selain itu, untuk memudahkan pengawasan untuk mengurangi peredaran hasil tembakau ilegal. Lebih lanjut, pembentukan KIHT sebagai optimalisasi penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam menumbuhkan perekonomian di daerah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK), saat ini telah ditetapkan dua KIHT sesuai nomor KM-12/WBC.17/2020 tanggal 7 Juli 2020 yang berlokasi di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dan nomor 164/WBC.10/2020 tanggal 13 Juli 2020 yang berlokasi di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Beberapa daerah lainnya telah memulai proses pembentukan KIHT, yaitu Cilacap, Garut, Madura, Malang, Mataram, dan Probolinggo.

Data yang diperoleh Bea Cukai, selama KIHT Soppeng beroperasi berhasil memberi penerimaan negara sebesar Rp1,101 miliar. Hal ini memberi kontribusi positif untuk penerimaan Bea Cukai Parepare selaku kantor pengawas. 

“Selain berkontribusi positif terhadap penerimaan, KIHT Soppeng juga memberikan dampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Ini menandakan bahwa berdirinya KIHT Soppeng memberikan efek berganda (multiplier effect) terhadap kondisi perekonomian di sekitar KIHT Soppeng,” kata Hatta Wardhana, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai.

Sementara itu, sesuai yang tercantum dalam pasal 66A ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 39 tahun 2007, dinyatakan bahwa penerimaan negara dari CHT yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil CHT sebesar 2%, salah satunya digunakan untuk mendanai pembinaan industri. 

Salah satu bentuk pembinaan industri yakni untuk mendukung bidang penegakan hukum meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan Kawasan Industri Hasil Tembakau.

Berdasarkan data laporan penerimaan Bea Cukai pada 2021, capaian cukai mencapai Rp195,52 triliun atau 108,62 persen dari target APBN. Capaian ini tumbuh sebesar 10,91 persen yoy (year on year) atau setara Rp19,21 triliun dibandingkan penerimaan pada 2020. Angka pertumbuhan yang positif menghasilkan alokasi DBH CHT yang dapat dimanfaatkan dalam program pembinaan KIHT. Untuk itu, Bea Cukai harus memastikan bahwa penggunaan DBH CHT telah tepat sasaran.

“Untuk meningkatkan penerimaan hasil produksi, pengusaha harus memikirkan peningkatan dari sisi kualitas dan kuantitas bahan baku sehingga menghasilkan produk hasil tembakau yang berdaya saing tinggi. Pengusaha juga harus memikirkan pemasaran produk yang efektif dan pandai melihat pangsa pasar. Dalam segi pengawasan, Bea Cukai juga melakukan pemberantasan rokok ilegal untuk menciptakan iklim usaha yang positif,” tutur Hatta.

Hatta juga mengapresiasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat yang sudah bekerja sama dengan Bea Cukai dalam pengelolaan DBH CHT, serta kepatuhan peraturan di bidang cukai dalam pelaksanaan kegiatan KIHT.

Upaya pembinaan KIHT yang berasal dari DBH CHT dilakukan Bea Cukai karena sejalan dengan program pemerintah dalam Peningkatan Ekonomi Nasional (PEN). Seiring dengan pertumbuhan ekonomi di tingkat regional di KIHT, perekonomian negara secara nasional juga ikut tumbuh karena adanya penerimaan negara. (*)