Dirjen Bea Cukai Hadiri ASEAN Customs Directors-General Ke-31

2022-06-17 19:45:49

Placeholder image

Sejumlah isu tentang kepabeanan jadi pokok bahasan dalam pertemuan tersebut.


INFO NASIONAL - Pertemuan Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai se-Asia Tenggara atau ASEAN Customs Directors-General Ke-31 telah diselenggarakan di Singapura, 7-9 Juni 2022. Pertemuan yang berlangsung dengan format hybrid itu dipimpin oleh Direktur Jenderal Bea Cukai Singapura, Ho Chee Pong, dan dihadiri 10 Negara Anggota ASEAN atau ASEAN Member State (AMS) serta Sekretariat ASEAN.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan, Hatta Wardhana, menuturkan bahwa pertemuan tersebut turut menantikan pertukaran langsung Sertifikat Phyto elektronik antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand pada tahun 2022. 

“Sertifikat Phyto merupakan sertifikat ekspor yang menyatakan bahwa suatu komoditas tumbuhan telah diinspeksi oleh pihak yang berwenang dan dinyatakan aman dari adanya hama dan patogen,” kata Hatta.

Pertemuan tersebut juga mencatat perkembangan diskusi dalam pertukaran dokumen elektronik dengan masing-masing Dialogue Partner (DP), yaitu Cina, Jepang, Republik Korea, dan Amerika Serikat. 

Selanjutnya, turut dibahas kesepakatan untuk memulai pembahasan kerangka teknis dan hukum guna mempersiapkan pertukaran Surat Keterangan Asal (SKA) elektronik dengan Cina dan Jepang. 

Mencermati perkembangan positif tersebut, para dirjen menantikan pertukaran SKA elektronik dengan DP telah siap. “Hubungan ASEAN Single Window (ASW) dengan DP akan lebih mendorong digitalisasi proses perdagangan. Hal ini memungkinkan pertukaran dokumen atau data yang akan menghasilkan penghematan biaya dan waktu bagi bisnis,” ujar Hatta.

Para dirjen mengapresiasi hasil finalisasi ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2022 dan mencatat bahwa Kamboja, Indonesia, Malaysia dan Thailand telah mengimplementasikan AHTN 2022. AMS yang tersisa akan mengintensifkan upaya mereka untuk mengimplementasikan AHTN 2022 pada akhir tahun ini.

Pertemuan ini juga mencatat bahwa pergerakan kargo baru-baru ini menggunakan ASEAN Customs Transit System (ACTS) di antara para negara anggota yang berpartisipasi, yaitu Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Catatan selanjutnya yakni upaya meningkatkan penggunaan ACTS melalui inisiatif yang sedang berlangsung, yaitu ACTS Private Sector Partnership Building Outreach Events, Two-Country Transit pilot antara Kamboja dan Vietnam, dan studi kelayakan terkait Implementasi ACTS di Koridor Kalimantan yang akan melibatkan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. 

“Melalui pertemuan ini diharapkan dapat memiliki lebih banyak pergerakan kargo menggunakan ACTS dengan pemangku kepentingan yang lebih beragam. Para dirjen juga menantikan live operation (operasi langsung) ACTS di Myanmar pada tahun 2023,” tutur Hatta.

Selain itu, turut dibahas pula perkembangan pembahasan Low-Value Shipments (LVS) yaitu terkait studi kelayakan penyederhanaan prosedur kepabeanan yang mencakup penyederhanaan dokumen dan elemen data yang diperlukan untuk tujuan penyelesaian barang kiriman bernilai rendah yang lebih cepat.

“Pertemuan ini juga memfasilitasi sesi konsultasi dengan Australia, Cina, Jepang, Republik Korea, dan World Customs Organisation (WCO) untuk bertukar pengalaman tentang masalah kepabeanan, termasuk perdagangan elektronik lintas batas, pengembangan AEO (Authorized Economic Operator) MRA (Mutual Recognition Arrangement), digitalisasi prosedur Kepabeanan, pemrosesan pra-kedatangan, manajemen risiko, sirkularitas, dan Green Customs yang sangat penting untuk mendukung penyederhanaan dan modernisasi kepabeanan ASEAN,” ujar Hatta.

Terdapat pula sesi konsultasi dengan perwakilan sektor swasta dari ASEAN Business Advisory Council, EU-ASEAN Business Council, dan US-ASEAN Business Council untuk memperkuat kemitraan Customs-to-Business di kawasan. 

Sesi konsultasi menggarisbawahi keterlibatan erat antara Bea Cukai dan sektor swasta sebagai upaya kolektif dalam memperdalam integrasi ekonomi ASEAN, meningkatkan perdagangan intra-ASEAN, dan memperkuat konektivitas rantai pasokan, sejalan dengan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025.

Dengan dibukanya kembali perbatasan, Para Dirjen mendorong administrasi kepabeanan ASEAN untuk memfasilitasi kelancaran dan keamanan arus barang dan perdagangan, utamanya bagi pemulihan dan pertumbuhan kawasan. Kegiatan kepabeanan mengemban peran penting mengurangi dampak pandemi dan mendorong institusi kepabeanan untuk terus menjadi pilar pembangunan dan kemakmuran ASEAN.

Menurut Hatta, para dirjen berkomitmen untuk mengimplementasikan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025, sekaligus meningkatkan kerja sama konektivitas di era digital. Pertemuan ini sekaligus mencatat kebutuhan untuk mengintensifkan upaya meminimalkan gangguan dan meningkatkan ketahanan rantai pasokan, serta meningkatkan konektivitas perdagangan. 

“Pertemuan ini juga mendorong AMS untuk lebih meningkatkan transparansi tindakan perbatasan dan memperkuat kerja sama dan koordinasi badan perbatasan yang sangat penting dalam mendukung pemulihan kawasan,” ujarnya. (*)